libassumsel.com/Palembang(28/03/2023), Sebenarnya kita semua sudah jenuh mendengar persoalan sengketa tanah di setiap daerah yang ada di Indonesia, apalagi kasus – kasus sengketa tanah yang selalu masuk ke rana Pidana, jelas jika sengketa tanah masuk ke rana Pidana dapat dipastikan sebagian besar korbannya adalah tanah yang sudah bersertifikat.
Salah satu satunya yaitu kasus saudara JM, satu dari sekian banyak Perkara sengketa tanah di Indonesia, Menurut penjelasan Narasumber kami JM (28/03/2023) kasus sengketa tanah miliknya sudah dua tahun lebih belum ada kepastiaan hukum sampai saat ini dan pihak yang berperkara dengan saudara JM juga memiliki Sertifikat Hak Milik (SHM). Kasus sengketa tanah tersebut ditangani SUBDIT II Unit IV DITRESKRIMUM POLDA SUMSEL, menurut JM laporannya ke POLDA SUMSEL sangat sederhana, tanahnya diklaim oleh SB salah satunya dengan menggunakan Surat Hak Milik nomor 4400 dan fakta dari Badan Pertanahan kota Palembang bahwa Surat Hak Milik dengan nomor tersebut sudah berganti nomor Surat Hak Milik menjadi 5917, dari keterangan BPN kota Palembang ini jelas ada perubahan nomor Surat Hak Milik SB dan artinya ada Sertifikat penggabungan yang sudah diterbitkan, dan Sertifikat yang lama sudah menjadi Warkah dari Surat Hak Milik yang baru yaitu Surat Hak Milik nomor 5917.
Kesulitan dalam Penyidikan tersebut dikarenakan semua Sertifikat yang berperkara tersebut sah dan terdaftar di kantor Badan Pertanahan kota Palembang. Tapi seharusnya jika semua Sertifikat pecahan yang berperkara terdaftar dan dinyatakan benar oleh BPN kota Palembang maka penyelesaian hukumnya dengan mengukur induk Sertifikat dari semua Sertifikat yang berperkara.
Tapi anehnya dalam setiap kasus sengketa tanah yang masuk rana Pidana sangat alergi untuk melaksanakan solusi pembuktian dengan mengembalikan batas induk, jelas keberatan itu karena tidak akan ada yang namanya satu lokasi tanah bisa ada dua Sertifikat hal tersebut sangat mustahil dan bisa dipastikan salah satunya pergeseran dari lokasi yang lain.
Jika proses hukum tidak dapat mengambil alternatif mengembalikan ke Sertifikat induk (Warkah) untuk penyelesaian konflik tanah tersebut, maka wajar apabila proses hukum memakan waktu bertahun – tahun serta tidak akan ada kepastian hukum dan persoalan hukum tersebut akan melampaui proses hukum kategori sulit (KUHAP) ujar Narasumber kami JM.
Begitupun kasus Sertifikat VS alas hak (Surat dasar kepemilikan) apabila surat alas hak dapat membuktikan cacat administratif Sertifikat lawan Perkaranya dan tanah dikuasai oleh pemegang surat dasar (Surat alas hak) solusi penyelesaiannya adalah tetap proses hukum dilaksanakan dengan mengembalikan batas induk Sertifikat Hak Milik yang berperkara. Karena tidak mungkin pada satu objek tanah terdapat dua Sertifikat Hak Milik dan sangat mustahil Sertifikat tanahnya dapat diduduki pihak lain tanpa adanya pelanggaran hukum awal yaitu pengerusakan, intimidasi, atau masuk tanpa izin. (MF)